IMG_591974JAKARTA — Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Hajriyanto Y.Thohari mengatakan, strategi kebudayaan di Indonesia masih kurang taktis dalam memberantas korupsi. Misalnya, ujar dia, penggunaan kata ‘korupsi’ masih saja digunakan dalam tindakan penyalahgunaan uang negara  untuk kepentingan pribadinya atau orang lain.

Menurut Hajriyanto, penyandangan kata bagi orang yang menyelewengkan uang negara itu harus hina di mata masyarakat. Kata ‘korupsi’ pun, terang dia, tidak begitu hina.

“Ketika mendengarkata korupsi emang kurang berakar dalam budaya Indonesia,” ucap Hajriyanto saat menyampaikan materi Masa DepanGerakan Anti Korupsi di Indonesia dalam Konvensi Anti Korupsi 2016 Pemuda Muhammadiyah, di Jakarta, Sabtu (18/6).

Hajriyanto pun mengatakan, kata yang hina di mata masyarakat dan layak bagi orang yang menyelewengkan uang negara adalah maling. “Malingitu sangat jelek,” ujarnya.

Lalu soal kata koruptor, ia mengatakan, tidak begitu dibenci.  Bahkan di daerah, narapidana atau koruptor, sambungnya, bila sudah bebas dari hukuman, dapat dielu-elukan oleh warga.

Mantan Wakil Ketua MPR RI ini menganggap, gerakan anti korupsi danstrategi kebudayaanyang tidak taktis membuat setiap orang cenderungmemandangkorupsi dariperspektiflegal-formal saja. “Tidak berhubungansecaraorganis dengan kebudayaan. Ini agak fatal dengangerakananti korupsidiIndonesia,” katanya.

Dalam hal ini, Hajriyanto pun mengatakan, agama Islam sebagai agama yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia sangat keras terhadap tindakan korupsi. Dalam Islam, kata dia, penyuap dan penerima suap, keduanya dilaknat.

“Dalam bahasaIndonesia,dilaknat itu terkutuk,”terangnya.

Namun, menurut Hajriyanto, terdapat kesalahan yang diajarkan oleh sebagian ulama di Indonesia.Yakni mereka mengajarkan bahwa perbuatan baik akan menutupi dosa dari perbuatan jahat. Padahal hal ini, merupakan doktrin yang salah.

Ia mencontohkan, para pejabat yang melakukan umroh setelah ia korupsi, dan umroh iniseolah-olah dosanya akan dihapusbegitu saja.

Padahal, kata Hajriyanto, kalimat perbuatan baik menutupi perbuatan buruk itu seharusnya diubah menjadi perbuatanburuk akan menutupi perbuatan baik.

Hajriyanto berpesan agar tokoh-tokoh agama di Indonesia harus lebih aktual dan proporsional dalam menyampaikan pesan-pesan agamanya. “Ulama di Indonesia harus dibenahi dengan sebaik-baiknya agar membangun peradaban,” kata mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini.

Hajriyantomenyebutkan, kecenderungan ulama Indonesia menyampaikan ajaran agama yang ritualistik. Dalam artian, ajaran agama yang hanya berbicara ritual-ritual agama Islam saja.

Sedangkan, masyarakat memerlukan pengajaran agama selain ilmu fikih,tapi juga pendidikan etika dan akhlak. Ini, lanjut dia, yang akan membangun peradaban di Indonesia.Sehingga tindakan penyelewengan uang negara di Indonesia dapat dihindari.

 

Leave a Reply