1468654283-aee582f005cc225e32a6d46bd9804a45_007Dakwah muhammadiyah satu sisi menyerap banyak hal dari luar dan memfilter beberapa yang lain, menolak beberapa adat dari dalam yang bertentangan dengan islam tetapi juga menerima dan menjaga identitas kenusantaraan lain yang sesuai dengan karakter diri sebagai umat islam Indonesia. Dakwah harus bersifat dinamis dan senantiasa menawarkan hal-hal baru yang lebih manusiawi sekaligus lebih mudah mendekatkannya kepada ajaran islam yang sempurna, yaitu islam yang kaffah dengan beragam dimensi dan kompleksitasnya (Q.S. Al-Baqarah/2:208)
Kebudayaan atau budaya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu budhayyah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang artinya budi atau akal.

Istilah kebudayaan (culture) berasal dari bahasa Latin yakni, ‘cultura’ dari kata dasar “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan, atau berkembang biak.

Kaidah fiqih menyebutkan al-islamu shalibun li kulli zaman wa makan artinya islam sesuai atau dapat menyesuaikan dengan perubahan kondisi waktu dan tempat. Islam memiliki fleksibilitas dan kekuatan untuk bertransformasi kedalam berbagai kebudayaan dan peradaban tanpa harus kehilangan esensi dasarnya sebagai agama wahyu. Robert N. Bellah didalam bukunya “Beyond Belief: Essay on Religion in a Posttraditional World” menyatakan bahwa Muhammad sukses mengubah masyarakat arab yang bodoh, terbelakang, dan barbar (tribal society) menjadi masyarakat beradab yang memiliki ketinggian akhlak, pengetahuan yang luas dan pencapaian kehidupan yang lebih maju dan sejahtera.
Jadi Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi system ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata.
Dengan demikian dapat dipahamai bahwa kebudayaan merupakan sekolah bagi umat manusia, sebagai pendidikan terus-menerus, pendidikan yang tidak ada tamatnya, sepanjang sejarah hubungan manusia dengan berbagai kekuasaan yang berkembang akan selalu membutuhkan rencana-rencana baru.

Karena dalam rencana baru itulah menurut Van Peursen sebuah strategi kebudayaan yang diperlukan.

1. Dakwah Kultural dalam Konteks Budaya Lokal
Dakwah kultural harus dapat memahami realitas lapisan social masyarakat yang ada dalam bingkai dakwah yang membebaskan dari segala belenggu keyakinan yang berbau syirik atau melawan tauhid, dan dengan selalu membuka ruang gerak bagi proses rasionalisasi yang member kemajuan, kemakmuran, dan pencerahan hidup kepada hakikat manusia, baik sebagai makhluk sosial, maupun sebagai hamba Allah.

2. Dakwah Kultural dalam Konteks Budaya Global Populer
Budaya global atau popular memiliki karakteristik yang lebih kompleks, massif, komersial industrial, dan berpusat pada kemajuan teknologi. Untuk kesuksesan dakwah dalam konteks budaya global atau popular, perlu adanya pemahaman terhadap perencanaan dan pelaksanaan dakwah yang lebih memperhatikan substansi atau pesan dakwah, pendekatan dan strategi dakwah, media atau wahana dakwah, serta subjek dan objek dakwah di era global ini. Pemahaman tersebut diharapkan mampu mengikuti perkembangan global yang terjadi diseluruh belahan dunia, memfilter berbagai pemikiran dan bentuk budaya lain dengan respon, pertimbangan, dan solusi alternative yang relevan dan berorientasi pada kekinian dan kemajuan.

3. Dakwah Kultural untuk Apresiasi Seni
Dalam memberikan apresiasi dan respon terhadap kesenian, Muhammadiyah melalui Munas tarjih ke XXII di Banda Acehpada tahun 1995 melahirkan beberapa hal penting yang terkait apresiasi Muhammadiyah terhadap seni, antara lain: seni adalah bagian dari fitrah manusia; keputusan hukum bahwa seni adalah mubah selama tidak menyebabkan kerusakan, bahaya, durhaka, dan jauh dari Allah; serta medium seni untuk kepentingan dakwah adalah ibadah.konsep tersebut diperkuat dengan hasil Munas Tarjih ke XXIV di Jakarta tahun 2000 yang menetapkan dua hal peting, yaitu: pedoman hidup islami warga Muhammadiyah, termasuk didalamnya pedoman dalam kehidupan seni dan budaya, serta manhaj tarjih baru yang membuka apresiasi yang lebih besar terhadap berbagai persoalan kontemporer, termasuk masalah seni dan budaya.

Kemudian secara praksis, Muhammadiyah telah membentuk lembaga seni budaya ditingkat pusat dan wilayah dengan menerapkan strategi dan pemahaman apresiasi seni sebagai berikut:

1.  Membangun pola interaksi yang intens dengan komunitas seni.

2.  Membangun kerjasamadengan lembaga pendidikan Muhammadiyah dan dunia pendidikannya pada umumnya, khususnya sastra, teater, dan film.

3. Menjalin kerjasama dengan pemilik dan kominutas media masa.

4. Merintis akses ke penyandang dana baik local maupun internasional yang concern terhadap kesenian dalam masyarakat.

5. Memberikan penghargaan atas prestasi para seniman yang menunjukan komitmennya terhadap dakwah.

(Akhlanudin : Pimpinan Redaksi Gema UHAMKA, Ketua Dewan Kesenian Belitung)

Leave a Reply