Sejak akhir Agustus 2021, seiring penurunan kasus Covid-19, kegiatan ujicoba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas mulai dipersiapkan di berbagai daerah.
Pada Rapat Kerja Komisi X DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/8) Mendikbudristek RI Nadiem Makarim menyebut bahwa izin PTM terbatas diberikan untuk daerah dengan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1-3.
Siapkah Muhammadiyah?
Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Alpha Amirrachman menuturkan bahwa Muhammadiyah 100 persen paling siap menggelar PTM terbatas dibandingkan dengan lembaga pendidikan lainnya.
Majelis Dikdasmen menurutnya telah menerbitkan edaran sejak 21 Juni 2021 untuk kegiatan penyelenggaraan sekolah, madrasah, pondok pesantren Muhammadiyah Tahun Ajaran 2021-2021 dengan melampirkan Prosedur Operasional Standar (POS).
Menariknya, POS yang disusun bersama dengan Muhammadiyah Covid Command Center (MCCC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah setebal 29 halaman itu kata Alpha memuat sangat rinci dan detail petunjuk teknis standar operasional PTM Terbatas untuk sekolah dan pesantren.
POS itu mengatur tugas guru, orangtua, kewajiban siswa, desain pembelajaran, persyaratan minimal infrastruktur, prosedur siswa berangkat hingga pulang, prosedur tiba di sekolah, pembentukan tim gugus tugas, standar asrama, shifting jadwal, hingga detail langkah mitigasi, isolasi dan penangan jika ditemukan kasus Covid-19 di sekolah.
“Dalam situasi pandemi yang belum 100 persen normal, maka keselamatan jiwa (hifzu an-nafs) tetaplah menjadi prioritas yang paling utama kami,” kata Alpha secara daring, Selasa (28/9).
Menjaga Nyawa dan Menjamin Hak Pendidikan Siswa
Di beberapa daerah di kawasan Indonesia timur yang minim kasus Covid-19, Pembelajaran Tatap Muka terbatas atau penuh telah dilaksanakan lebih dulu. Kepadatan penduduk yang kecil membantu kemudahan proses tersebut. Berbeda dengan Indonesia timur, pulau Jawa yang padat penduduk membuat Pembelajaran Tatap Muka terbatas merupakan pilihan rasional.
Untuk memberlakukan Pembelajaran Tatap Muka terbatas, Muhammadiyah tetap mengikuti ketentuan pemerintah daerah setempat. Jika salah satu sekolah Muhammadiyah berhasil menggelar simulasi, maka izin akan diberikan kepada seluruh sekolah yang memenuhi syarat di wilayah itu.
“Artinya, sekolah harus menyesuaikan, jika memang belum memungkinkan Pembelajaran Tatap Muka, maka daring harus dilakukan. Tapi, jika sudah memungkinkan, maka Pembelajaran Tatap Muka terbatas dengan metode hibrida harus dilakukan,” ujarnya.
Pendampingan MCCC
Dari pantauannya secara langsung di sejumlah daerah seperti Ambon, Maluku, Seram, Surakarta dan Semarang, Alpha menuturkan bahwa hampir semua lembaga pendidikan Muhammadiyah taat asas Dikdasmen dan Pemda setempat. Dia juga bersyukur MCCC terus melakukan pendampingan simulasi Pembelajaran Tatap Muka terbatas.
Alpha Amirrachman menuturkan bahwa tujuan edaran dan POS Dikdasmen sejatinya mengandung dua hal, yaitu tentang jaminan keselamatan jiwa dan pemenuhan hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas selama pandemi.
“Pertama, kami ingin menyelamatkan keselamatan jiwa atau hifzun nafs dari para peserta didik, para pendidik, para guru, para ustaz dan para tenaga kependidikan di sekolah berikut ekosistem yang ada di sekitarnya. Jadi yang pertama kita memprioritaskan keselamatan jiwa. Itu prinsip yang paling penting, yang paling utama,” tuturnya.
“Prinsip kedua, kita harus memastikan hak-hak anak didik kita agar tidak terputus dengan adanya Covid-19 ini. Apapun keadaannya, bagaimanapun tingkat derajat kegawatan pandemi ini, hak anak-anak kita, hak santri-santri kita tidak boleh terputus dengan adanya pandemi ini. Artinya, sekolah, madrasah, pesantren harus mengupayakan pembelajaran tetap berlangsung. Baik itu secara tatap muka terbatas, hibrida, kombinasi maupun secara full daring,” tegas Alpha.
Tentang Pembelajaran Tatap Muka
Sementara itu Wakil Ketua MCCC PP Muhammadiyah Corona Rintawan mengungkapkan kendala sebenarnya Pembelajaran Tatap Muka terbatas ada di implementasi aturan POS Dikdasmen oleh beberapa sekolah Muhammadiyah yang tidak memahami edaran dan POS.
“Dalam banyak hal, praktek tidak sesuai dengan konsepnya. Nah, ini tentunya perlu menjadi pertimbangan juga menjadi masukan dan tugas kita semua untuk memastikan upaya melindungi jiwa ini tercapai,” tuturnya, Selasa (28/9).
Dua kritikan diberikan Corona kepada pihak sekolah dan pihak wali murid. Pertama bagi sekolah, Corona meminta agar pedoman 5 M dijaga. 5 M itu adalah memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Selain 5 M, Corona meminta agar ventilasi ruangan kelas dan durasi pembelajaran diperhatikan.
“Kata kuncinya 5 M ditambah ventilasi dan durasi. Pembelajaran Tatap Muka harus dipercepat di dalam kelas, apalagi kalau ventilasinya tidak bagus, maka harus dipercepat lagi. Konsep-konsep terkait pengurangan resiko ini yang harus dimiliki semua penyelenggara sekolah,” pesannya.
“Ventilasi sangatlah penting. Prinsipnya jika satu hal ditinggalkan maka yang lain harus ditingkatkan,” imbuh Corona.
“Kalau kita mau mengadakan Pembelajaran Tatap Muka ya syaratnya itu, mau tidak mau begitu. Ini bukan model beli pisang lalu harganya bisa diturun-turunin, bisa ditawar gitu ya. Karena kita ga tahu pada saat itu (penularan) terjadi, efek multiplikasinya bisa tinggi sekali. Satu orang bisa 8 atau 9 orang sekaligus,” jelasnya.
Kedua, Corona menganggap aturan POS tidak bermakna jika kemudian sekolah tertib namun wali murid tidak memahami perannya dengan benar. Evaluasi, disiplin dan monitoring pedoman POS Dikdasmen menurutnya harus dilakukan wali murid dan para guru secara konsisten dan berkesinambungan.
“Jangan sampai nanti masyarakat menyalahkan. Jangan-jangan sekolah sudah melakukan protokol kesehatan, tapi karena muridnya bandel, karena belum didisiplinkan,” harap Corona.
IPM Sambut Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Menyambut kebijakan Pembelajaran Tatap Muka terbatas, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) ikut berkomentar. Melalui Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Mukhtara Rama Affandi, Pembelajaran Tatap Muka terbatas dianggap positif bagi para peserta didik.
Satu tahun lebih tidak adanya sekolah tatap muka menurutnya membuat para pelajar merasakan akumulasi kejenuhan. Selain itu, mereka juga beresiko terpapar learning loss atau penurunan daya motorik, kognitif dan keterampilan siswa.
“Kami memandang positif pembelajaran tatap muka dengan segenap protokol kesehatan, terutama untuk siswa SD. Karena yang kami khawatirkan untuk jenjang SD jika terjadi learning loss. Makanya, di beberapa riset survei menunjukkan bahwa 50% lebih orang tua ingin belajar tatap,” ujar Mukhtara secara daring, Selasa (28/9).
Mukhtara lebih lanjut mengutip sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa siswa yang selama 6 bulan tidak mendapatkan efektivitas belajar akan berpotensi memiliki kemampuan akademik yang tertinggal 1,5 tahun hingga 2 tahun dari siswa normal.
“Karenanya, sedikit demi sedikit kita harus mendorong untuk dilakukan pembelajaran tatap muka. Bila tidak ditanggulangi, maka akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan akademik anak, juga menghambat impian kita menyambut momen bonus demografi,” terangnya.
Terakhir, Mukhtara berharap pemerintah melakukan percepatan akselerasi pendidikan. Untuk mendukung hal ini, IPM di berbagai daerah menurutnya telah konsisten mengisi program-program minat dan bakar siswa di sekolah yang selaras dengan kondisi pandemi Covid-19.
“PP IPM sekarang terus menarasikan bagaimana mekanisme organisasi menyesuaikan dengan situasi pandemi. kami juga mendorong segenap pihak IPM untuk bisa membuat program untuk membantu sekolah mengisi dan memenuhi ruang minat aktivasi siswa,” jelasnya.
Naskah: Affandi
Sumber : Muhammadiyah.Or.Id