Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas mengutip QS. Al Anbiya ayat 107 yang isinya menegaskan tentang Islam sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam. Ia juga mengutip QS. An-Nahl ayat 97 yang menerangkan bahwa rahmat bagi semesta alam berarti menciptakan kehidupan yang baik (hayah thayyibah), dengan tiga kriteria berdasarkan QS. Al Baqarah ayat 62: sejahtera, damai, dan bahagia.
“Kriteria hayah thayyibah dalam Al Quran itu meliputi lahum ajruhum ‘inda rabbihim (sejahtera sesejahtera-sejahteranya), wa la khaufun ‘alaihim (damai sedamai-damainya), wa la hum yahzanun (bahagia sebahagai-bahagianya),” tutur dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini dalam kajian bersama Jabatan Mufti Negeri Perlis pada Kamis (07/10).
Hamim kemudian mengutip QS. Yunus ayat 19 yang isinya tentang persatuan dan perpecahan manusia. Persatuan umat manusia yang dilatari dengan perbedaan asal-usul dan kepentingan justru menunjukkan kualitas kemanusiaan yang diakui dalam Islam. Namun, dorongan syahwat kepentingan maupun pemikiran membuat manusia berbeda-beda bahkan tak jarang melakukan kejahatan sehingga terjadi perpecahan dan konflik di antara mereka.
Menyadari adanya perbedaan, Hamim menegaskan bahwa pluralitas umat manusia merupakan bagian dari sunnatullah. Hal tersebut berdasarkan QS. Al Maidah ayat 48 yang isinya menjelaskan bahwa pluralitas umat manusia menjadi ujian bagi umat Islam untuk menegakan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud adalah berlomba-lomba dalam kebaikan, yakni berusaha menciptakan tatanan kehidupan yang sejahtera, damai, dan bahagia.
“Adalah kehendak Allah bahwa bangsa manusia tidak menjadi satu umat pemeluk satu agama. pluralitas umat manusia dalam agama yang dipeluk, kebenaran yang dianut, rezeki yang diperoleh, kebahagiaan dan kesengsaraan, dan kepentingan yang diperjuangkan selalu terjadi,” terang Hamim seraya mengutip QS. Hud ayat 118.
Dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang sejahtera, damai, dan bahagia, Hamim mengutip QS. Al Baqarah ayat 142-148 yang isinya tentang seruan Allah Swt agar menjadi masyarakat tengahan atau moderat (ummatan wasatha). Prinsip-prinsip umat moderat ialah memiliki jiwa yang besar (ghair al-shufaha), menjadi pelaku yang aktif dalam kerja-kerja sosial (syuhada ‘ala al-nas), dan menerapkan prinsip egalitarianisme dalam interaksi sosial yang majemuk (wa likulliw wij-hatun huwa muwalliha), dan menjadi yang terdepan dalam kebaikan (fastabiqu al-khairat).
Sementara itu, untuk mewujudkan misi Islam sebagai pembawa risalah rahmat bagi semesta alam yakni menciptakan kondisi yang sejahtera, damai, dan bahagia dalam level negara, harus membawa kehidupan manusia yang ‘baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, yang arti harfiahnya adalah negeri yang sentosa, adil dan makmur di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Pengampun. Dengan kata lain, negara ideal tersebut tidak menganut ideologi yang mendegradasikan kehidupan, membawa petaka bagi lingkungan, dan tidak berdaya dalam mengendalikan kejahatan.
Hamim kemudian menerangkan doktrin akidah Islam rahmatan lilalamin. Menurutnya, akidah yang mesti dianut adalah akidah murni, yakni sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al Anam ayat 82, keimanan yang tidak bercampur dengan kedzaliman dan kemusyrikan yang menegasikan kehidupan manusia dan lingkungan. Akidah yang tidak sehat hanya akan membawa pada kerusakan (khusrin) dan kehidupan yang buruk (hayah khabitsah): tidak sejahtera, damai, dan bahagia.
“Buah dari akidah yang murni ialah al-amnu atau aman dan damai dalam kehidupan pribadi dan kelompok, selain itu wa hum muhtadun atau menempuh jalan kebenaran yang membebaskan diri dari khusrin atau kerusakan dan kehancuran dengan mengalami hayah khabitsah,” tutur Hamim.
Sumber : Muhammadiyah.Or.Id