Agenda Presiden RI menjelang akhir pekan kemarin diwarnai kejadian menyentil, yakni ketika Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mengkritik pemerintah di depan Presiden Jokowi dan di antara peserta Kongres Ekonomi Umat II MUI, Jumat (10/12/2021). Kongres itu sendiri secara resmi ditutup, Minggu (12/12/2021), oleh Wapres Ma’ruf Amin.

Kritik yang disampaikan Anwar Abbas pada saat pembukaan acara tersebut membuat Presiden langsung merespons. Jokowi bahkan mengesampingkan terlebih dahulu teks pidato yang sudah dipegangnya demi menjawab Anwar Abbas.


Presiden Jokowi. (BPMI Setpres)

“Tadi saya disiapkan bahan sambutan seperti ini banyaknya (sambil menunjukkan teks pidato), tapi setelah saya mendengar tadi Dr Buya Anwar Abbas menyampaikan (sambutan) itu, saya enggak jadi juga pegang (teks pidato) ini. Saya akan jawab apa yang sudah disampaikan oleh Dr Buya Anwar Abbas,” kata Jokowi seperti ditayangkan pada akun YouTube Sekretariat Presiden.

Anwar Abbas pada acara itu mendapat kesempatan pertama memberikan sambutan. Ia menggantikan Ketua Umum MUI, KH Miftachul Akhyar yang berhalangan hadir.

Berdiri di mimbar dan berbicara kepada peserta, Anwar Abbas berseloroh bahwa sebelum acara ia sudah diingatkan agar tidak berbicara keras. Namun, Anwar Abbas meyakini Jokowi dan Menteri Agama yang hadir saat itu adalah orang yang kebal terhadap kritik.


Dikritik Waketum MUI, Jokowi Ajak Lihat Bukti
Waketum MUI, Anwar Abbas. (MUI)

Saat hendak membacakan sambutan, Anwar Abbas masih menyampaikan seloroh lagi mengenai kebebasan berekspresinya.

“Sebenarnya saya ingin memberikan sambutan secara bebas supaya saya lebih leluasa berekspresi di depan Pak Presiden tetapi karena beliau sangat sibuk nampaknya, sehingga saya baca (teks sambutan) saja,” kata Abbas dengan tersenyum.

Lantas apa kritik Abbas sehingga membuat Presiden Jokowi langsung merespons?


Membaca teks, Anwar Abbas mengatakan, tugas negara sesuai Konstitusi adalah melindungi, mencerdaskan, dan menyejahterakan rakyat, serta ikut menjaga ketertiban dunia.

Menurutnya, pemerintah sudah berhasil menyejahterakan rakyatnya. Namun, rakyat yang sudah bisa tersejahterakan dan disejahterakan itu kebanyakan adalah kelompok usaha besar, menengah, dan kecil. Sementara level usaha mikro dan ultra mikro belum begitu terjamah, terutama oleh dunia perbankan.

Akibatnya, kata Anwar Abbas, kesenjangan sosial dan ekonomi semakin terjal.


“Itu bisa kita lihat dalam indeks gini ekonomi kita yang berada pada angka 0,39. Kalau saya tidak salah sebelum Pak Jokowi 0,41 ya, tetapi begitu kepemimpinan negeri ini diambil oleh Pak Jokowi turun menjadi 0,39,” kata Anwar.

Melanjutkan soal kesenjangan, Anwar menyebut bidang pertanahan. “Indeks gini kita sangat memprihatinkan yaitu 0,59, artinya 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan yang ada di negeri ini. Sementara yang jumlahnya sekitar 99 persen itu hanya menguasai 41 persen lahan yang ada di negeri ini,” ujar Anwar.

Anwar mengungkap data jumlah usaha besar yang hanya 0,01 persen atau hanya sebanyak 5.550 pelaku usaha dan usaha menengah besar hanya 0,09 persen atau 60.702 pelaku usaha. Plus, usaha kecil besarnya 1,22 persen dengan jumlah pelaku 783.132.

Dikritik Waketum MUI, Jokowi Ajak Lihat Bukti
Presiden diapit Menag dan Anwar Abbas. (BPMI Setpres)


“Jadi, dari data ini yah kita ketahui total mereka-mereka yang sudah terperhatikan oleh pemerintah dan dunia perbankan itu ada di sekitar angka 1,32 persen atau lebih kurang kalau dari jumlah pelaku yaitu 849.334 pelaku usaha,” ujar Anwar.

Anwar Abbas membandingkan jumlah usaha mikro dan ultra mikro yang sebanyak 98,68 persen atau sekitar 63,3 juta pelaku usaha tidak atau belum terurus.

Dalam gambarannya, struktur dunia usaha di negeri ini bak piramid. Paling besar adalah di lapis bawah, yakni usaha mikro dan ultra mikro. Hal ini akan menimbulkan kesenjangan sosial yang dari tahun ke tahun menajam sehingga akan sangat berbahaya karena berpotensi mengganggu stabilitas dan rasa persatuan dan kesatuan sebagai warga bangsa.


Presiden diapit Menag dan Anwar Abbas. (BPMI Setpres)

Anwar mengusulkan agar pemerintah memiliki affirmative action yang jauh lebih hebat dan besar dari pada hari ini yang bentuknya berupa kebijakan-kebijakan yang benar-benar berpihak kepada mereka yang ada di lapis bawah.

Anwar Abbas juga sangat berharap sistem ekonomi yang diusung dan kembangkan adalah sistem ekonomi yang sudah digariskan oleh Konstitusi.

“Ini penting kita sampaikan dan garis bawahi pada kesempatan ini karena saat ini sistem ekonomi liberalisme kapitalisme tampak sangat dominan mewarnai kehidupan ekonomi kita. Sementara kita tahu, sistem tersebut tidak sesuai dengan falsafah Pancasila dan hukum dasar UUD 45,” katanya.


Tanggapan Jokowi
Jokowi pun menanggapi Anwar Abbas. Presiden menyatakan apa yang disampaikan Anwar Abbas berkaitan dengan lahan dan penguasaan lahan adalah betul. Namun Presiden menegaskan bahwa membagi-bagikan lahan kepada para pemodal kakap bukan di era pemerintahannya.

“Berkaitan dengan lahan, dengan tanah, penguasaan lahan, penguasaan tanah, apa yang disampaikan oleh Buya (Anwar Abbas) betul, tapi bukan saya yang membagi. Ya harus saya jawab, harus saya jawab,” ujar Presiden.

Menurut Presiden, pemerintah saat ini dalam proses reforma agraria pendistribusian lahan. Sekarang sudah mencapai 4,3 juta hektare, dari target 12 juta.

Selain itu, negara sudah memiliki Bank Tanah. HGU (Hak Guna Usaha) maupun HGB (Hak Guna Bangunan) yang ditelantarkan akan dicabut dan dimasukkan ke Bank Tanah. Konsesi yang sudah lebih 20 atau 30 tahun namun tidak dimanfaatkan akan diambil kembali dan diberikan ke pihak lain.

Jokowi bahkan menantang siapa yang memerlukan lahan dengan jumlah yang sangat besar dipersilakan menyampaikannya kepada Presiden.

“Akan saya carikan, akan saya siapkan. Berapa? Sepuluh ribu hektare, bukan meter persegi, hektare. Lima puluh ribu hektare? Tapi dengan sebuah hitung-hitungan proposal juga yang feasible, artinya ada feasibility study yang jelas…,” kata Jokowi.

Pada paparannya, Presiden juga menambahkan, “… silakan datang ke saya diantar oleh Buya Anwar Abbas.”

Terkait dengan kesenjangan dan angka gini ratio, Jokowi mengaku hal itu sudah menjadi perhatiannya.

“Gini ratio waktu saya masuk 0,41 (persen) lebih. Kepikiran, Bapak-Ibu sekalian. Gap seperti itu kepikiran, jangan dipikir saya enggak kepikiran. Kepikiran. Karena saya merasakan jadi orang susah, saya merasakan betul. Dan enak menjadi orang yang tidak susah, memang,” ungkap Jokowi.

Lagi-lagi Jokowi menyebut nama Anwar Abbas ketika menjawab mengenai usaha mikro dan ultra mikro.

“Yang kedua, mengenai usaha mikro, usaha ultra mikro. Memang banyak yang enggak tahu, tapi nanti bulan-bulan Januari, Februari kalau boleh saya ajak nanti dari MUI dipimpin juga Pak Buya Anwar Abbas. Enggak apa-apa, entah lima orang, entah 10 orang, akan saya ajak (melihat) apa yang sudah kita bangun, yang namanya Mekaar PNM,” katanya.

PNM Mekaar yang dimaksud Jokowi adalah PT Pemodalan Nasional Madani yang memiliki layanan pinjaman modal untuk perempuan prasejahtera pelaku usaha ultra mikro melalui program Mekaar, singkatan dari Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera.

“Itu 2015 kita hanya bisa mengumpulkan 500.000 usaha mikro, usaha ultra mikro… Sekarang nasabahnya sudah mencapai 9,8 juta,” kata Presiden.


Jokowi juga menyebut Grameen Bank, organisasi kredit mikro di Bangladesh yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang kurang mampu. Pola Grameen Bank ini telah diadopsi oleh hampir 130 negara didunia dan bank ini menerima penghargaan Nobel pada 2006.

“Grameen Bank itu totalnya 6,5 juta, dia mendapatkan Nobel. Ini kita sudah 9,8 (juta), tapi enggak dapat Nobel. Akan saya tunjukkan bagaimana Mekaar, PNM Mekaar ini bekerja, yang kecil-kecil dikelompokkan kemudian gandeng renteng, kalau satu enggak bisa mengangsur, siapa yang membantu. Sistem ini sudah berkembang. Insyaallah nanti sampai 2024 akan mencapai target kita 20 juta. Tapi memang masih banyak, karena usaha kecil, usaha mikro, ultra mikro kita ada 64 juta,” ujar Jokowi.


Merunut secara terperinci sambutan Anwar Abbas, sejatinya pesan yang disampaikannya tidak ditujukan kepada pemerintah semata. Misalnya, dalam hal usaha mikro dan ultra mikro yang tak terurus.

“Jumlah usaha mikro dan ultra mikro besarnya adalah 98,68 persen dengan jumlah pelaku usaha, yaitu sekitar 63,3 juta pelaku…. dan itu boleh dikatakan tidak dan atau belum terurus oleh kita secara bersama-sama dengan baik, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh kita,” kata Anwar.

Dikatakan, karena MUI sudah mengukuhkan dirinya sebagai mitra bagi pemerintah maka MUI merasa penting untuk menyampaikan hal-hal tadi karena MUI sadar bahwa tugas ini bukan hanya terpikul di pundak pemerintah tapi tugas ini juga merupakan tugas dan kewajiban dari kita semua.

Sumber : Beritasatu.com

Leave a Reply