Memerankan Buya Hamka baik dari sisi mimik wajah, gesture tubuh, dan surau parau khas Pria kelahiran Minangkabau tersebut bukanlah perkara mudah. Diperlukan pendalaman karakter dan pemikiran agar benar-benar mirip dengan pengarang kitab Tafsir Al Azhar tersebut. Lebih-lebih dalam seni peran monolog, emosi perasaan dan karakter tokoh hanya dilakukan seorang diri untuk melakukan ragam adegan.
Namun, berkat kombinasi antara bakat dan kerja keras, Idhar berhasil berimprovisasi dengan baik dalam seni peran monolognya. Hal inilah yang membuat dirinya meraih capaian maksimal dalam kategori Lomba Monolog Karya Sendiri dalam acara Pekan Seni Mahasiswa (PSM) Muhammadiyah Perguruan Tinggi Muhammadiyah – ‘Aisyiyah (PTMA) ke V tahun 2021.
Pria asal Garut, Jawa Barat, dengan nama lengkap Idharull Haq Jaya Diningrat ini merupakan mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Dirinya menuturkan alasan memerankan Buya Hamka dalam seni peran monolognya karena ulama sekaligus sastrawan kebanggaan Nusantara dan Muhammadiyah tersebut merupakan idolanya sejak dulu.
“Buya Hamka itu sosok yang kumplit. Beliau seorang alim ulama yang jenius tapi juga sastrawan yang hebat. Seorang politikus yang beradab, sekaligus negawaran yang berbudi luhur. Dengan seni peran monolog ini, saya seperti lebih bisa menikmati bagaimana perjalanan spiritual Buya Hamka dalam menjalani kehidupan,” terang Idhar Senin (20/12).
Dalam seni peran monolognya memperlihatkan bagaimana Idhar menjadi Buya Hamka di masa tua. Idhar terlihat keriput, rambut beruban dan mulai menipis ditutup kopiah hitam yang lusuh, begitupun dengan janggut yang telah memutih. Salah satu adegan yang diperlihatkannya ialah ketika Buya Hamka berani bersuara melawan tudingan buruk padanya, termasuk dari pemerintah Soekarno yang menuduhnya sebagai pengkhianat.
Meski dituduh sebagai pengkhianat, Buya Hamka datang memenuhi permintaan terakhir Putra Sang Fajar menjadi imam salat jenazahnya. Secara simbolis, Buya Hamka bukan saja menyolatkan seorang jenazah mantan Presiden, tetapi juga telah membasuh luka-luka pertarungan politik masa lalu dengan sikapnya. Tak ada dendam apapun dalam dirinya.
Selain itu, Idhar juga memperlihatkan bagaimana Buya Hamka kembali membaca buku karangannya sendiri yang terbit tahun 1939 yaitu Tasawuf Modern. Dalam pengakuannya ia menyatakan, “Hamka sedang memberi nasihat kepada dirinya sendiri. Dia hendak mencari ketenangan jiwa dengan membaca buku ini.” Tak ada jalan lain, kata Hamka, keimananlah yang akan membuat manusia bahagia.
Idhar turut menuturkan bahwa penghargaannya ini dipersembahkan untuk kedua orangtuanya. “Syukur alhamdulilah, saya kira ini nikmat dari Allah Swt. Saya persembahkan ini untuk kedua orangtua saya di rumah,” katanya.
sumber : Muhammadiyah.or.id