Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Momentum Isra Miraj ini, mari merenungi lebih dalam, bagaimana esensi ibadah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan tembang timang terima yang sesungguhnya__
Bukankah pelaksanaan shalat agar lebih tunduk dan patuh dalam bersujud lima waktu tanpa tameng sorbanan __tetapi keyakinan kokoh yang bertameng hanya kepada Allah semata___
Semata guna keimanan bermata batin tiada tara, meyakini kebesaran Allah semata berhingga ^Attahiyyatul mubarakatush shalawatuth thayyibatu lillah; Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan kepunyaan Allah saja.” dan kita hamba hanya mengabdi kepadaNya dengan Mi’raj perubahan perilaku sehingga menggapai kebahagian jiwa nurani, baik di dunia maupun di akhirat menanti.
Kita pun Berjiwa Mi’raj
Mungkin pernah kita baca dan dengar tentang retorik kata ^Kita pun bisa Mi’raj seperti Rasulullah Saw. Mi’raj kita adalah dengan mendirikan shalat.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya ,”Shalatlah kamu seperti kamu mau meninggalkan dunia ini.”–[ Dari Abu Ayub Al Anshari ra] berkata yang artinya: “Seorang laki-laki menemui Nabi SAW, lalu berkata: “Ya Rasulullah. Berilah aku nasehat yang ringkas.”
Maka, Rasulullah bersabda: “Kalau Engkau mengerjakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak meninggalkan (dunia)… (Hadist hasan; Dikeluarkan oleh Ahmad (5/412), Ibnu Majah (4171).
Kemudian, John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada.
Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual. Istilah heroik atau kepahlawanan sebagai pejuang yang gagah berani, orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran.
Terlepas istilah perjalan heroik, namun isra mi’raj boleh dimaknai perjalanan hamba pilihan yang paling maksimal, menuju puncak segala puncak pengabdian hingga ke Arsy Ilahi RabbNya.
Dalam diksi lain, dinyatakan bahwa Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil).
Menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi. Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf.
Menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata,
“Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”;
“Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”.
Allah SWT pun berfirman,
“Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.
Subhannallah tiada berhingga menjadi nur pelita dunia berakhirat tanpa terbatasi.
Kalau gulita
nyalakan pelita
bukan peluru pelipur lara
apalagi gerahan siluman berdendam kusuma berdupa kemenyan
Kalau gulita
nyalakan pelita
bukan panggilin dukun bermantra
apalagi terbayar mahal pula
demi kepuasan nafsu membara hitam meradang juga menggerogoti
Kalau gulita
nyalakan pelita
agar tentram batin Bertuhan
hampa dihantui zikir bersalaman
mata bening pikiran cemerlang
tiada mengawang sungguh tenang
Aduhai
Kalau gulita
nyalakan pelita
..
Isra Mi’raj kita dengan melakukan ibadah shalat yang benar-benar menjadi pelita bekal perjalanan sehingga semakin tawadhu guna melepaskan baju arogansi kesombongan. Berhingga Agama menjadi pelita kehidupan guna menerangi gelap gulita jiwa nurani insani __dan semoga diberkahi menjadi insan kamil yang sesungguhnya__hingga tidak ada ruang tertuduhin agama jadi tameng apapun.
Maka, mungkin tidak terlalu keliru diksi yang digorekan pada tautan facebook berikut ini.
Alangkah eloknya bila agama bukan hanya dijadikan tameng sorban jubahan, __kalau begitu bukankah Abu Lahab juga bersorban jubahan__ bahkan lebih bermerek dan mahal harganya saat itu, tak dapat ditandingi__
Melalui momentum Isra Mi’raj yang dimiladkan setiap tahun ini, mungkin perilaku Abu Lahab jangan diwarisi menjadi pelita kehidupan. Namun, renungi esensi Isra Mi’raj menjadi momentum perjalanan pelita ruhani yang bersalaman dengan ucapan Ilahi__
“Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”. … semoga kita menjadi golongan pilihan yang berakhir dengan husnul khotimah … aamiin.
Wallahu a’lam bisawab
…….
UHAMKA Jakarta, semoga tetap bertaqarrup Ilallah tanpa lelah mencerahkan pendidikan berkemajuan, __ dan tentu jauh dari bingkai tamengan sorban jubahan.